Azyumardi Azra: Loyalis Kritis Konstruktif
Shofwan Karim - Lektor Kepala-Associate Prof Islamic Studies PPs UM Sumbar
Prof.H.Azyumardi Azra,M.A.,M.Phil.,Ph.D.,CBE.(4 Maret 1955--18 September 2022)[1][2]adalahakademisidancendekiawan muslimIndonesia.[3]Ia menjabat RektorUIN Syarif Hidayatullah Jakartaantara 1998 hingga 2006.[3]Pada 2010, ia memperoleh gelar kehormatanCommander of the Order of British Empire, dariKerajaan Inggrisdan menjadi 'Sir' pertama dari Indonesia.[4][5]Pada 2022, ia terpilih menjadi KetuaDewan Persperiode 2022-2025.[6][7]
Sebelum beliau wafat, para kolega Azra menerbitkan Buku 65 Tahun Kumpulan Tulisan Kado Miladnya. Tulisan berikut adalah salah satu di antara tulisan di dalam buku tersebut.
Azyumardi Azra: Loyalis Kritis Konstruktif
OLeh Shofwan Karim
Saya tidak menyandarkan kepada teori berdasarkan rujukan apa itu loyalis, kritis, konstruktif. Oleh karena itu di dalam tulisan ini saya membuat pemahaman sendiri. Loyalis adalah orang yang punya kesetiaan. Kritis adalah seseorang yang memberikan pendapat lebih rinci dengan mengemukakan hal-hal yang factual dengan interpretasi objektif, berimbang meskipun tidak selalu memberi rasa senang kepada pihak lainj atas sesuatu yang dikritik. Sementara konstruktif adalah suatu yang membangun nilai tambah untuk suatu fakta dan interpretasi yang dikemukakan di dalam pemikiran.
Maka yang saya maksud bahwa seseorang atau tokoh disebut loyalis, kritis, konstruktif adalah profil pemikir yang setia kepada Republik Indonesia dan rezim yang berkuasa atau pemerintah dengan memberikan alternatif yang berbeda atau tidak ada dari yang lain untuk membangun sistem dan kebijakan yang lebih tepat untuk kehidupan berbangsa dan bernegara.
Dengan tidak mengurangi rasa hormat kepada tokoh cendekiawan dan akademsi lainnya, berikut ini saya mengemukakan Prof. Dr. H. Sir Azyumardi Azra, M.Phil., M.A., C.B.E. yang secara singkat saya sebut Azra. Sumber Utama adalah Koran Republika, Desember 2020, Januari 2021 dan media online lainnya. Tulisan Azra by name kolom Resonansi dan narasi berita yang dirilis di koran ini dan lainnya, pada tenggat waktu tadi. Secara acak atau tidak berurutan dengan google searching, secara singkat saya mengutip dan menelaahnya untuk keperluan editor buku Milad 66 tahun Azra 4 Maret 2021 ini.
Jangan Pindahkan Tanggung Jawab Negara ke Komnas HAM, Republika, Selasa 15 Dec 2020 19:00 WIB. Itu kata Azyumardi secara daring dalam forum Professor Talk Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) di Jakarta, Selasa (15/12). Kalimat itu merupakan pemikiran Azra sebagai respon terhadap kasus korban nyawa. Republika menulis," Ia (Azra) mengatakan bahwa perbedaan isi pidato Presiden Jokowi terkait dengan penembakan di Sigi dan penembakan enam orang warga negara di Tol Jakarta-Cikampek telah menimbulkan pertanyaan publik mengenai keadilan hukum di Indonesia. "Itulah yang kemudian menyinggung rasa ketidakadilan itu. Dan itu yang kami harapkan ada perubahan, terima kasih,"
1
Hasil lacakan saya pidato Jokowi tentang pembunuhan di Sigi. Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengutuk keras terhadap pembunuhan terhadap empat orang petani di Sigi, Sulawaesi Tengah (Sulteng). Aksi biadab itu diduga dilakukan oleh kelompok bersenjata Mujahiddin Indonesia Timur (MIT).
"Saya mengutuk keras tindakan-tindakan di luar batas kemanusiaan dan tidak beradab yang menyebabkan empat orang saudara-saudara kita meninggal dunia dalam aksi kekerasan yang terjadi di kabupaten Sigi Sulawesi tengah," ujar Jokowi dalam keterangannya, Senin (30/11). Seperti dilansir Jokowi Kutuk Pembunuhan di Sigi (satelitnews.id), akses, 1/2/2021 pk. 06.30 wib.
Sementara itu, terhadap korban terbunuh peristiwa Cikampek adalah sebagai dikutip oleh link berikut Jokowi Minta Rekomendasi Komnas HAM soal 'Km 50' Ditindaklanjuti! (detik.com), akses 1/2/2021 pk. 06.35 . Komnas HAM telah bertemu dengan Presiden Jokowi terkait hasil temuan dan rekomendasi peristiwa tewasnya 6 laskar FPI di Km 50 Tol Jakarta-Cikampek. Jokowi meminta seluruh rekomendasi Komnas HAM ditindaklanjuti.
"Tadi Presiden sesudah bertemu lama dengan beliau-beliau ini (Komnas HAM) lalu mengajak saya bicara yang isinya itu berharap dikawal agar seluruh rekomendasi yang dibuat oleh Komnas HAM itu ditindaklanjuti. Tak boleh ada yang disembunyikan," ujar Menko Polhukam Mahfud Md dalam jumpa pers di Kantor Kementerian Polhukam, Jakarta, Kamis (14/1/2021).
Sependek penelusuran saya belum ada tokoh cendekiawan dan akademisi lain mengaitkan kedua pristiwa di atas dengan rasa keadilan terhadap respon dan pernyataan Prsiden Joko Widodo kepada dua peristiwa korban pembunuhan itu.
Setelah saya lacak ke belakang, ada kutipan media 13/12/2020. Pernyataan Lengkap Jokowi Tanggapi Kasus di Sigi-Tewasnya Laskar FPI (detik.com)
Di link ini dinyatakan, kasus pembunuhan warga sipil oleh kelompok Ali Kalora cs di Sigi menarik atensi masyarakat luas beberapa waktu belakangan. Kasus tewasnya 6 laskar FPI dalam peristiwa penembakan di tol juga tak luput dari perhatian. Presiden Joko Widodo atau Jokowi angkat bicara.
Pernyataan Jokowi soal pembunuhan warga sipil di Sigi serta tewasnya anggota FPI terekam dalam video yang diunggah akun YouTube Sekretariat Presiden, Minggu (13/12/2020). Jokowi mendapat pertanyaan dari seseorang usai bersepeda di Istana Bogor, Jawa Barat.
Dalam pernyataannya, Jokowi bicara penegakan hukum dan masyarakat yang tak boleh sewenang- wenang. Jokowi juga mengingatkan aparat wajib melindungi HAM.
"Tapi aparat penegak hukum juga wajib mengikuti aturan hukum dalam menjalankan tugasnya. Melindungi HAM dan menggunakan kewenangan, menggunakan kewenangannya secara wajar dan terukur," kata Jokowi.
2
Kembali ke Azra, rasa keadilan yang dimaksud menurut pemahaman saya terletak pada dua narasi. Untuk peristiwa Sigi, Presiden Jokowi mengutuk dan hasil investigasi HAM ditindak lanjuti. Sementara peristiwa Cikampek, RI 1 ini mengatakan, aparat hukum juga wajib mengikuti aturan hukum dalam tugasnya.
Hal lain. Pada kolom Resonansi Republika 21/1/2021, Azra Menulis di dalam mencegah ekstremisme, perlu pengawasan agar ketiga regulasi tidak menjadi alat represi dan persekusi kelompok tertentu. Lihat, Mencegah Ekstremisme (republika.id) 21/1/2021 . Akses, 1.2.2021 Pk 07.30.
Arzra mengawali, " Presiden Jokowi sekali lagi menunjukkan keseriusan dan keteguhan, menghadapi ekstremisme, radikalisme dan terorisme. Ini terlihat dengan penerbitan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 7 Tahun 2021".
"Perpres yang diterbitkan pada 6 Januari itu bertajuk panjang: 'Rencana Aksi Nasional Pencegahan dan Penanggulangan Ektremisme Berbasis Kekerasan yang Mengarah pada Terorisme Tahun 2020-2024'. Perpres yang disingkat RAN PE berjumlah 9 halaman dengan Lampiran 113 halaman."
"Penerbitan Perpres No 7/2021 melengkapi regulasi negara untuk menghadapi ekstremisme, radikalisme dan terorisme. Kini ada tiga regulasi yang dikeluarkan pemerintahan Presiden Jokowi; dua regulasi (UU) yang diterbitkan dengan persetujuan DPR, sedangkan yang satu lagi adalah yang dikeluarkan Presiden Jokowi sendiri sebagai Perpres (executive order)."
"Pertama, UU Anti-Terorisme Nomor 5 Tahun 2018 yang merupakan revisi UU Anti-Terorisme Nomor 15 Tahun 2003; kedua UU Nomor 16 Tahun 2017 tentang Ormas yang semula Perppu Nomor 2/2017; ketiga Perpres Nomor 7/2021."
Selanjutnya Azra menyambung, "Dengan tiga regulasi itu nampak tidak ada lagi celah bagi ekstremisme, radikalisme. Tapi ketiganya juga kian membuka terjadinya ekses tindakan aparat negara terhadap terduga ekstremisme, radikalisme dan terorisme".
Di dalam tata urutan perundangan memang ketiganya merupakan satu kesatuan. Akan tetapi undang- undang saja tidak cukup karena untuk dilaksanakan di lapangan maka perlu Peraturan Pemerintah, Peraruran Peresiden dan Petunjuk Pelaksanaan serta petunjuk teknis lainnya.
Saya menangkap nuansa yang menjadi kritik Azra di dalam melaksanakan UU, PP dan Perppu harus dihindari munculnya tiga stigma. Pertama, menghadapi kekerasan atau yang disebut terorisme, apa pun caranya dibolehkan oleh UU, hukum dan regulasi termasuk dengan cara-cara kekerasan pula. Kedua, terhadap Ormas yang dicurigai apa lagi yang terbukti menurut versi aparat, dapat langsung dibubarkan tanpa proses peradilan. Ketiga, UU, Perppu dan Peppres seakan hanya untuk kelompok tertentu.
3
Oleh karena itu Azra mengusulkan perlu strategi komprehensif upaya pencegahan ekstremisme berbasis kekerasan yang mengarah pada terorisme.
Untuk itu katanya " Perlu langkah mencegah terorisme dari hulunya, bukan hanya dari hilirnya seperti diisyaratkan ketiga regulasi itu. Juga perlu pengawasan agar ketiga regulasi itu tidak menjadi alat represi dan persekusi ormas atau kelompok tertentu."
Selanjutnya, "Apakah ketiga regulasi itu bisa ampuh mencegah ekstremisme , radikalisme dan terorisme? Boleh jadi belum tentu; karena walaupun UU Anti-Terorisme telah diundangkan sejak 2018, sel-sel terorisme masih gentayangan".
Pada sisi lain, Azra Bukan hanya kepada negara-bangsa dan rezim berkuasa menghadapkan pisau loyalis, kritis, konstruktif, tetapi juga kepada mahasiswanya. Sebagai Guru Besar dalam negeri dan mancanegara, berdasarkan pengalaman saya dan beberapa teman, Azra sangat setia kepada mahasiswa, tetapi sangat kritis namun konstruktif.
Di dalam seminar kelas S2 dan S3 banyak cerita dan saya alami sendiri. Azra sepertinya sangat keras dalam tata tertib. Terlambat masuk kelas tidak mungkin ikut kuliah hari itu, kecuali mendengar saja di luar. Memainkan gadget, sekali-sekali jangan. Tesis dan Diisertasi yang macet pasti akan diperingatkan baik dengan surat maupun langsung dipangil menghadap tatap muka dengan beliau. Pokoknya etika akademik dan ilmu jangan dilecehkan.
Azra nampak sekali ingin mahasiswanya selesai tepat waktu. Kalau molor, akan diperingati satu, dua dan yang ketiga tidak ada ampun. Kalau ada masalah di dalam hal apa saja yang berhubungan dengan penyelsaian studi, Azra punya solusi.
Saya pernah dua kali mengganti promotor disertasi. Padahal sebelumnya sudah dua kali mengganti judul penelitian disertasi pada kepemimpinan Pascasarjana IAIN kemudian UIN yang sebelum Azra adalah almarhum Prof. Dr. Harun Nasution.
Azra pada peringatan kali kedua kepada saya untuk menyelesaikan disertasi mengatakan, bahwa pada yang ketiga kalau belum selesai Doktor, maka saya harus pindah ke kampus lain yang ada program yang sama dengan imbalan karena sedang proses disertasi, gelar M.A., saya ditambah M.Phil.
Beberapa bulan menjelang peringatan ketiga itu, saya selesai. Padahal setelah promotor sebelumnya Prof Dr. Harun Nasution wafat, Azra langsung menjadi promotor pertama. Dan promotor kedua yang sangat sibuk setelah beberapa kali bimbingan, karena tugas sebagai Menteri Kabinet zaman itu maka Azra menggantikannya dengan Prof. Dr. Badri Yatim. Itupun setelah disertasi saya ditandatangninya, Prof Badri berpulang ke rahmatullah, mendahului dipanggil-Nya.
Dan ketika peluncuran dua buku saya oleh UMSB Press, 18 Desember 2020, (1) "Islam sebagai Dasar Negara: Polemik Natsir Versus Soekarno dan; (2) Memoar Shofwan Karim: 68 Tahun Melukis di Atas Awan,
4
Azra tetap loyalis, kritis dan konstruktif. Ia pernah bilang setelah promosi Doktor saya 21 April 2008, supaya disertasi berjudul, Nasionalisme, Pancasila dan Islam sebagai Dasar Negara Kesatuan Tepublik Indonesia (Studi Pemikiran Mohammad Nasir) diterbitkan oleh Gramedia. Azra memberikan satu nama dan kontak di Penerbit itu yang kemudian saya hubungi dan meminta saya mengirimkan naskah dimaksud. Atas kelalaian saya, naskah itu tak pernah sampai ke Gramedia. Saya minta maaf kepada Prof Azra.
Pada peluncuran buku virtual Dua Buku Shofwan Dibedah Para Cendikiawan | Berita | bakaba.co, nampak lagi loyalis, keritis, konstruktif Azra termasuk kepada muridnya. Waktu itu menjadi Nara Sumber bersama Azra adalah H. Irman Gusman, S.E., M.B.A., Prof. Dr. Abdullah Firdaus UKM Malaysia, Prof.Dr. Gamal Abdul Naseer, Universitas Brunei Darusalam, Prof. Dr. Fasili Djalal, Universitas Yarsi Jakarta, Buya Masud Abidin, H. Basril Djabar, Dr. (HC) Nurhayati Subakat, Prof. Dr. Ismet Fanany, Deakin University Australia dan Didi Rahmadi, M.A.
Peserta Daring waktu itu 110 dosen- dosen dan guru besar lainnya. Azra meminta buku Polemik Natsir- Soekarno di serahkan ke Penerbit Suara Muhammadiyah untuk diterjemahkan ke Bahasa Inggris dan beliau bersedia memberikan rekomendasi.
Lalu buku kedua yang editornya Elfi Yoni Baikoeni, S.S., M.A, UMSB Press, Memoar Biografi Shofwan Karim: 68 Tahun Melukis di Atas Awan, Azra meminta diganti judulnya menjadi beberapa alternatif: Memeluk Matahari; Menjunjung Matahari atau di Bawah Matahari.
Dengan begitu terasa benar kepada saya, Azra kosisten loyal, kritis dan selalu konstruktif. Semoga beliau selalu diberi kesehatan, panjang umur dan terus loyalis, kritis, konstruktif. Selamat milad Guru Besar kita Azra.***
5
#Azyumardi Azra #Academician #Campus #University #UM Sumbar #UIN Jakarta #Shofwan Karim #SahabatKomentar Artikel & Tulisan
Artikel & Tulisan Lainnya
Mahyeldi-Audy, Civil Society atau Masyarakat Madani

Mahyeldi-Audy, Civil Society atau Masyarakat MadaniShofwan KarimKamis, 27/01/2022 | 19:31 WIBKini, Mahyeldi-Audy menunjukkan keseriusan dan komitmen yang tinggi....
Selengkapnya →Tiga Capres, Kemana Hati Berlabuh

Tiga Capres, Kemana Hati BerlabuhOleh: Shofwan KarimRahmat ZikriRabu, 26 April 2023 | 13:47Bilatidak ada aral melintang, cukup-hampir pasti, insya Allah ada 3 Capres...
Selengkapnya →Perguruan Tinggi, Sepintas Pemikiran Pluralitas Sosio-Kultural-Politikal dan Agama di...

Perguruan Tinggi, Sepintas Pemikiran Pluralitas Sosio-Kultural-Politikal dan Agama di IndonesiaHome of My Thought, Talk, Writing and EffortJuni 28,...
Selengkapnya →Islam dan Negara Sekuler

Islam dan Negara SekulerSinggalang PadangKamis, 13 April 2023 | 14:49SHOFWAN KARIMWACANA Islam dan negara telah berlangsung berabad-abad. Dengan berbagai argumentasinya,...
Selengkapnya →